Kenapa selalu ada konflik diantara Agama Samawi?

Rizki Ariansyah
6 min readApr 28, 2022

--

Perseteruan antar kepercayaan di dunia memang sering sekali terjadi dan merupakan bagian dari dinamika kehidupan sosial kita. Namun, 3 nama besar seakan selalu muncul di tiap pemberitaan yang ada. Sebenarnya apa yang menyebabkan Yudaisme, Kristen, dan Islam rasanya susah sekali untuk rukun?.

Serupa namun tak sama.

Ketiga agama tersebut adalah bagian dari Agama Samawi (juga disebut Agama Abrahamik) yang dasarnya berkaitan dengan sosok utusan Tuhan bernama Abraham (Bahasa Ibrani) atau Ibrahim (Bahasa Arab). Ketiganya juga berpegang pada The 10 Commandments yang tertulis dalam Taurat. Namun, mereka memiliki pemaknaan berbeda-beda pada perintah Hari suci Tuhan, dimana Yudaisme mempercayai hari tersebut sebagai Hari Sabtu, Kristen dengan hari Minggu, dan Islam dengan hari Jum’at. Keserupaan antar 3 “saudara kandung” ini juga terlihat pada praktik ibadah lain seperti sedekah (Kristen: Perpuluhan, Judaisme: Tzedekah), serta kepercayaan terhadap El/Allah sebagai Tuhan.

Yudaisme, Kristen, dan Islam menyembah El/Allah yang sama, pembedaan terjadi mengenai ajaran tentang Tuhan itu sendiri. Yudaisme sesuai dengan Kitab suci Tenakh mempercayai Allah Abraham yang memberikan perjanjian dengan Abraham, Ishak, dan Yakub untuk menyelamatkan bangsa Israel. Kristen mempercayainya (Keluaran 3:5) namun juga percaya dengan Yesus Kristus yang ajarannya diragukan oleh Yudaisme. Sementara Islam mempercayai kitab-kitab Yahudi dan Kristen (QS 2:136) namun meragukan keasliannya dan beriman pada Allah Ibrahim serta wahyu Rasulullah Muhammad SAW yang keaslian ajarannya diragukan oleh Yudaisme dan Kristen. Keserupaan namun berbeda dalam ajaran inilah yang menjadi salah satu penyebab ketiganya “saling mengkafirkan” satu sama lain.

Perebutan harta warisan.

Gak cuman di sinetron Indosiar, perebutan harta warisan juga terjadi antara 3 Agama Samawi. Harta yang direbutkan tersebut adalah Kota Suci Yerusalem, sebuah kota universal yang menjadi medan bentrokan bagi para peradaban dunia dan dipercaya menjadi tempat penghancuran terakhir pada hari kiamat.

The Holy City of Jerusalem, neither claim from Palestine or Israel is widely recognized.

Abraham (Ibrahim), David (Daud), Yesus (Isa), dan Muhammad pernah menginjakkan kaki mereka di tanah suci ini. Kesucian itu tumbuh dari eksepsionalisme Yahudi sebagai Umat terpilih dan Yerusalem sebagai Kota terpilih, hal itu diwariskan ke penganut Kristen dan Islam yang juga merasa sebagai Umat terpilih. Obsesi keagamaan Yerusalem meningkat tajam akibat pemulangan Kaum Yahudi ke tanah Israel setelah Perang Dunia 2, narasi tragis “Palestina yang kehilangan kota sucinya” muncul dan mengubah persepsi masyarakat. Rasa saling memiliki Yerusalem diantara Bangsa Arab dan Bangsa Yahudi bisa menjadi anugerah dengan bersama-sama membangun, atau pedang bermata dua yang menyebabkan keduanya saling bertarung.

Sejarah mencatat Yerusalem sebagai arena laga bagi Peradaban dunia. Kekaisaran Romawi, Para Penakluk Muslim, hingga Tentara Perang Salib datang silih berganti merebut Kota Suci ini. Kesucian Yerusalem seakan ternoda oleh banyaknya perang dan pembantaian yang terjadi di tanahnya, Aldous Huxley menyebutnya sebagai “rumah jagal agama-agama”, Flaubert mengungkapkannya sebagai “rumah kuburan”. Melville bilang kota itu sebuah “tengkorak” yang dikepung oleh “angkatan perang mati”; sementara Edward Said mengenang ayahnya membenci Yerusalem karena ia “mengingatkannya pada kematian”. Perebutan hak waris atas Kota Suci Yerusalem dan peperangan bertahun-tahun atas kepemilikannya membuat hubungan antar 3 saudara ini merenggang lebih jauh lagi, memunculkan perdebatan baru mengenai siapa yang harus bertanggungjawab atas kerusakan Yerusalem.

Pendiskreditan ajaran satu dengan yang lainnya.

Buah dari sejarah rumit dan ajaran yang serupa namun secara bersamaan mendiskreditkan satu sama lain membuat para penganut agama satu memandang skeptis penganut agama lainnya, lalu apa saja kesalahpahaman yang muncul diantara 3 saudara kandung ini?. Beberapa penganut Islam memandang Kristen sebagai Agama Penjajah, kesalahpahaman ini muncul akibat konsep 3G (Gold, Glory, Gospel) yang dibawa oleh para Kolonialis Eropa dan sebuah isu miring tentang Samuel 15:3.

Sebuah komentar Instagram yang menggunakan Samuel 15:3 untuk mendukung opini Kekristenan sebagai agama penjajah.

Tentu jika kita lihat, perintah di Samuel 15:3 adalah bentuk perlindungan diri, sebagaimana bangsa Amalek memang merupakan bangsa nomaden yang hidup dari merampas dan berperang. Apakah artinya Tuhan itu kejam? Tentu tidak, kekristenan melarang keras pembunuhan (Keluaran 20:13). Namun, ada pengecualian khusus bagi orang-orang jahat, dimana disebutkan pada Roma 13:4: “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.”

Kristen juga dianggap menyembah 3 Tuhan, hal ini disebabkan kesalahan beberapa penganut Islam memahami konsep Tritunggal. Sebutan Kristen sebagai “kafir” yang harus diperangi, membuat munculnya justifikasi tindakan brutal terhadap penganut Kristiani, kesalahan terjadi pada beberapa penganut Islam yang memaknai kata “kafir” sebagai orang yang bukan Islam. Sejarah perang salib juga memunculkan pandangan skeptis penganut Islam terhadap penganut Kristiani.

Sementara beberapa penganut Kristiani memandang Islam sebagai doktrin kekerasan yang menakutkan, kesalahpahaman ini disebut sebagai Islamofobia dan muncul akibat berdirinya organisasi teror seperti Al Qaeda, ISIS, Jemaah Islamiyah dan banyak lagi. Munculnya justifikasi untuk memerangi Kristen akibat kesalahan memaknai kata “kafir” sebelumnya juga membuat timbulnya pemahaman bahwa Qur’an memerintahkan untuk membunuh orang murtad (keluar dari Islam) dan non muslim (terkhusus Kristen), serta serangkaian ajaran brutal lainnya seperti memukul wanita, hingga merebut istri anak kandung sendiri.

kesalahan ini muncul akibat maraknya pemberitaan buruk dan kurangnya referensi mengenai ajaran Islam yang sebenarnya. Dar al-Ifta Mesir mengatakan bahwa membunuh murtad tidak sesuai dengan konteks dan hukum di masa kini, bahkan Rasul tak pernah membunuh satu murtad-pun atau bahkan orang yang tertuduh munafik. Pada masa kekhalifahan, penegasan terjadi ketika Anas bin Malik kembali dari perang Tutsar. Beliau menghadap Khalifah Umar dan ditanyai tentang kondisi 6 pemuka Arab yang salah satunya adalah Bakar bin Wail, Ia murtad kemudian ikut memerangi muslim. Anas mengalihkan pembicaraan, hingga Umar bertanya 3 kali, Anas akhirnya menjawab: “Wahai pemimpin umat mukmin, mereka terbunuh dalam perang.” Umar bersedih dan mengatakan,”Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.” Anas menyanggah,”Bukankah itu adalah hukuman setimpal bagi mereka, yaitu dibunuh?” Lalu Umar menjawab,”Jika aku di posisi kalian, aku akan ajak mereka kembali ke Islam dan bila menolak, aku cukup memenjarakan mereka.”. Selain itu banyak teks-teks dalam Al-Quran yang melarang pemaksaan dalam agama, apalagi berbuat kasar kepada wanita.

Bagaimana dengan Yudaisme? Semenjak maraknya pemberitaan Konflik Palestina-Israel, media seringkali menempatkan Yahudi sebagai musuh bersama bagi Islam dan Kristen.

Yahudi ditempatkan sebagai musuh bersama

Bahkan muncul teori konspirasi yang mengatakan Yahudi ingin menguasai dunia, posisi mereka disetarakan dengan illuminati. Narasi kebencian terhadap Yahudi meluas bahkan hingga menjadi dukungan terhadap gerakan anti semit Jerman pada masa Perang Dunia 2, persepsi ini muncul dari anggapan bahwa Yahudi adalah kaum tunggal. Kesalahan fatal terjadi saat Penganut lain gagal membedakan Orang Yahudi dan Agama Yahudi (Yudaisme), justifikasi terhadap holocaust juga merupakan suatu bukti cacatnya pemahaman sejarah. Holocaust dilakukan terhadap ras minoritas diseluruh tanah jajahan Jerman, orang-orang Yahudi adalah target utamanya dan mereka terdiri dari berbagai agama seperti Kristen Ortodox, Yudaisme, bahkan Islam.

Yudaisme sendiri sebagai Agama tertua memandang Kristen sebagai pengikut Mesiah palsu. Sementara Islam dan Yudaisme telah berkonflik sejak masa dakwah Muhammad, meskipun Islam mengakui sejarah dan Nabi-nabi Yahudi sebagai bagian dari dirinya (Maryam 19:51). Hal ini terjadi akibat eksepsionalisme Yahudi sebagai Umat Tuhan yang terpilih dan Agama Abrahamik tertua, sehingga muncul anggapan “sesat” terhadap 2 agama baru yang muncul setelahnya.

Kesimpulan.

Lika-liku sejarah panjang, ajaran yang hampir sama namun saling berlawanan, rebutan harta warisan, hingga kesalahpahaman adalah kunci utama mengapa 3 kepercayaan ini seakan tak pernah bisa akur. Tentu ada banyak juga konflik internal didalam tubuh ketiga agama itu sendiri, seperti Kristen dengan denom-denomnya, Islam dengan aliran-aliran, dan Yudaisme dengan perbedaan pandangan politiknya. Alangkah baiknya setelah membaca tulisan ini kita bisa menjadi lebih toleran dan mencintai satu sama lain, petiklah kebaikan dari setiap agama dan ambil juga kekurangannya untuk semakin memantapkan kepercayaan kita.

Semua yang tertulis disini berdasarkan penelitian, pengalaman, dan opini pribadi penulis. Sikapilah dengan bijak. Terima Kasih, semoga Tuhan memberkati. Shalom, Wassalamualaikum.

--

--

Rizki Ariansyah
Rizki Ariansyah

No responses yet